Maria
Montessori berpendapat bahwa Penerapan
ilmu-ilmu ilmiah modern dalam pendidikan terutama oleh gerakan “Pedagogi Ilmiah“ justru membelenggu
perkembangan jiwa anak (Montessori, 2002). Sebenarnya, apa alasan montessori memerikan kritikan pada penerapan
ilmu-ilmu ilmiah modern. Kemudian, Solusi apa yang Maria Montessori berikan
untuk menangani masalah ini.
Untuk menjawab pertanyaan diatas, akan
diuraikan dalam pembahasan berikut ini.
Maria Montessori dilahirkan di Italia
dan dididik dalam lingkungan liberal. Montessori adalah
wanita pertama yang mendirikan sekolah medis di
Italia dan membangun psikologi yang
berbasis sistem pendidikan dan disebarkan ke dunia internasional. Setelah itu
ia mendirikan universitas di Roma dimana ia
mempelajari ilmu dokter anak dan
psikiatris. Montessori menjadi tertarik pada
pembelajaran dan pengembangan anak-
anak. Ia membiayai anak jalanan dan mengobservasi
mereka dengan uangnya sendiri.
Pedagogi ilmiah merupakan penelitian tentang pendidikan
dengan cara melakukan pendekatan ilmiah seperti biologis, antropologis,
psikologis, maupun linguistik. Dalam pedagogi ilmiah ini diterapkan untuk
meneliti kondisi fisik anak-anak. Cara yang digunakan adalah
dengan melakukan berbagai
observasi ilmiah, eksak, dan rasional
selama masa kanak-kanak. Cara yang lain adalah dengan
membekali guru agar mampu
menggunakan ukuran-ukuran antropometrik pada anak. Metode ilmiah ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan
langsung mengenai metode pendidikan yang paling tepat bagi
anak-anak.
Dalam
pendekatan ini anak-anak hanya dianggap sebagai mesin. Dengan melakukan pengukuran-pengukuran yang eksak,
maka diciptakan peralatan-peralatan belajar yang sudah terukur secara eksak.
Hal ini menyebabkan anak tidak dapat bergerak bebas. Anak dipaksa untuk diam
dan disiplin di dalam kelas. Selain itu, pemberian hukuman dan hadiah juga juga
diterapkan. Anak dibiasakan
melakukan sesuatu karena motivasi eksternal, yaitu hanya untuk mendapatkan
hadiah dan menghindari hukuman dari pendidik, dan bukan karena motivasi
internal yang lebih kuat berupa minat atau rasa tertarik untuk mempelajari
sesuatu. Dengan demikian pendekatan mereka itu membelenggu anak secara lahiriah
(dengan meja dan kursi ketat) dan batiniah (lewat pemberian hadiah dan
hukuman).
Dari
pendekatan yang telah dijelaskan, Montessori mengkritik pendekatan tersebut
dikarenakan( Montessori, 2002):
Ø Pengetahuan eksak tentang kondisi fisik anak tidak dengan
sendirinya dapat dijadikan dasar untuk merumuskan metode pendidikan, karena
keduanya merupakan dua masalah yang berbeda.
Bagi Montessori, tahu ukuran kepala anak ataupun tahu
panjang kaki dan tangan secara eksak tidak dengan sendirinya membuat orang
mengerti metode pendidikan yang tepat bagi anak.
Ø Pendekatan tersebut terlalu berat sebelah, karena pendekatan
tersebut hanya menerapkan
pengetahuan ilmiah untuk memahami anak secara materialistis dan mekanis.
Melihat fakta tersebut, Maria Mentessori
menciptakan sebuah metode Mentessori
yang isinya merupakan sebuah filosofi. Filsafat
yang ditemukannya dijadikan sebuah
pendekatan dengan gagasan untuk memberikan anak
ruang berekspresi dan kebebasan
berkreasi dalam lingkungan yang kaya pertualangan
dan kesenangan yang terencana
dan terstruktur. Program Montessori mencakup 5
program inti, yaitu
praktik
kehidupan sehari-hari, sensorial (menggunakan 5
pancaindra), bahasa, matematika,
dan budaya. Metode Maria Montessori membuat anak
dituntut untuk dapat berkembang sesuai dengan
periode perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas- tugasnya.
Maria Montessori berpusat pada peserta didik. Oleh sebab itu, disebut dengan Student Centered Learning (Santrock, 2008).
Tujuan dari
metode Maria Montessori adalah (Santrock, 2008):
v Membantu
para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif bagi
anak mereka.
v Membantu
anak-anak didik dalam mengembangkan tingkat intelektual, psikomotor,
dan afektif yang ada pada diri mereka.
v Membuat anak
dituntut untuk dapat berkembang sesuai dengan periode
perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas-tugasnya
v Mengajarkan
pada anak cara belajar yang efektif dan optimal melalui permainan.
v Mengembangkan
keterampilan yang menekankan pada pentingnya anak bekerja
bebas dan dalam pengawasan terbatas.
v Anak
diajarkan untuk dapat berkonsenterasi dan berkreasi
v Guru hanya
sebagai pengamat dan pembimbing, karena anak dibiasakan untuk
memilih sesuai dengan keinginan sendiri.
Montessori
menekankan pentingnya memahami kejiwaan seorang anak sebagai dasar pendidikan
yang tepat. Anak harus diberi kesempatan berekspresi secara merdeka sesuai
dengan keinginan anak. Kemerdekaan yang dimaksud adalah membebaskan anak sehingga anak dapat bertindak dan bersikap sesuai dengan harkat mereka
sebagai anak. Ilmu pengetahuan ilmiah semestinya bukan digunakan untuk
menghasilkan meja dan kursi yang membelenggu gerak anak, tetapi semestinya
digunakan untuk mengerti kejiwaan anak, membebaskan
anak untuk bergerak, berekspresi, secara merdeka.
Montessori tidak secara keseluruhan menolak metode dari
Pedagogi Ilmiah untuk menggunakan ilmu-ilmu pengetahuan modern pada
anak-anak atas dasar pertimbangan antropologis. Misalnya
berkaitan dengan perkembangan fisik.
Montessori
ingin mengembangkan sistem pedagogi ilmiah yang berbeda. Montessori mengembangkan
metode pedagogi eksperimental. Ada 2 aspek yang tidak dapat dipisahkan ,yaitu guru dan murid.
Guru harus melakukan
persiapan untuk menjadi pengamat. Sedangkan murid diberi ruang kemerdekaan untuk beraktivitas secara
spontan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri sesuai dengan alam kejiwaan
dan kemampuan masing-masing. Karena masing-masing anak itu unik, model
penyeragaman dan penyamaan kegiatan samasekali tidak memberi tempat bagi
berkembangnya alam kejiwaan masing-masing anak. Dengan memberikan keleluasaan
bagi masing-masing anak untuk beraktivitas, para guru dapat melakukan
pengamatan atas perkembangan masing-masing anak secara lebih cermat.
Montessori
mendirikan “Rumah
Anak-Anak” dimana sekolah tersebut
mempunyai mempunyai suasana dan lingkungan yang hangat. Ruangan sekolah model Montessori dibuat sedemikian rupa
sehingga memberikan kemerdekaan anak-anak untuk beraktivitas menurut
kecenderungan masing-masing anak. Montessori memandang didirikannya “Rumah
Anak-Anak” sebagai kesempatan untuk mengembangkan pedagogi eksperimental ilmiah
dan psikologi anak-anak. Montessori menyadari bahwa seluruh tata ruang sekolah ini
sangat berbeda dengan tata ruang sekolah tradisional.
Tata ruang yang berada di sekolah ini bukan hanya sebagai tanda kebebasan,
namun juga sebagai sarana pendidikan.
Montessori menggunakan kemerdekaan masing-masing anak
untuk beraktivitas sebagai basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri
anak, karena sikap disiplin datang dari kemerdekaan itu.
Konsep disiplin yang dimaksud adalah disiplin aktif, yaitu seorang anak menjadi
tuan bagi dirinya sendiri. Seorang anak dapat mengatur dan mengarahkan tindakannya sendiri, jika mesti menjalankan
komitmen yang harus diikuti. Pendidik mesti menggunakan cara tertentu untuk
mengantar anak agar mampu berkembang sepanjang hidupnya ke arah penguasaan diri
yang semakin lebih baik. Karena itu, jangkauan disiplin ini bukan hanya di
sekolah tetapi sepanjang hidupnya di masyarakat nantinya.
Tugas
pendidikan adalah membantu anak agar semakin dapat mandiri (independent). Montessori berpendapat
bahwa syarat utama untuk menjadi pribadi yang merdeka adalah kemandirian (Montessori, 2002).
Karena itu, sejak anak-anak memasuki fase awal untuk aktif, aktivitas mereka
itu semestinya menjadi dasar untuk mengarahkan mereka agar semakin mandiri.
Pendidikan semestinya membantu anak untuk semakin dapat melakukan sendiri
segala sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidupnya, dan dengan demikian
sebagai individu ia semakin mengembangkan begitu banyak kemampuan untuk masa
depannya. Dengan kata lain membentuk pribadi masa depan yang kompeten tidak
lain adalah membentuk pribadi yang mandiri dan merdeka. Semestinya hal ini
menjadi prinsip fundamental bagi pendidikan.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa alasan montessori
mengkritik pendagogi ilmiah adalah pengetahuan eksak tentang kondisi fisik anak tidak dengan
sendirinya dapat dijadikan dasar untuk merumuskan metode pendidikan, karena
keduanya merupakan dua masalah yang berbeda dan pendekatan tersebut terlalu berat sebelah, karena pendekatan
tersebut hanya menerapkan
pengetahuan ilmiah untuk memahami anak secara materialistis dan mekanis.
Solusi yang diciptakan oleh Maria
Montessori adalah sebuah
metode Mentessori
yang isinya merupakan
sebuah filosofi. Filsafat yang ditemukannya dijadikan sebuah pendekatan
dengan gagasan untuk memberikan anak ruang berekspresi dan kebebasan berkreasi
dalam lingkungan yang kaya pertualangan dan kesenangan yang terencana dan
terstruktur. Program Montessori mencakup 5 program inti,yaitu praktik kehidupan
sehari-hari, sensorial (menggunakan 5 pancaindra), bahasa, matematika, dan
budaya.
Sumber :
Lillard, P. P. & J. L. Lillard. (2003). Montessori
from the start. New York: Achocken Books.
Anderson,L.W., & Krathwohl,
D. R. (Eds). (2001). Kerangka landasan untuk
pembelajaran, pengajaran dan asesmen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Montessori, M. (1912). The montessori method. New York:
Schocken Books.
Montessori, M. (2002). The montessori method. New York: Dover Publications.